Sukanto Tanoto |
Sukanto Tanoto atau Tan Kang Hoo dilahirkann pada tanggal 25 Desember 1949 di Belawan, Sumatra Utara. Beliau adalah pendiri sekaligus pemimpin grup konglomerasi Raja Garuda Mas dimana nilai hartanya ditaksir mencapai 2,8 miliar dollr AS. Dengan nilai kekayaan setinggi itu membuat Sukanto Tanoto ditasbihkan sebagai orang terkaya nomor 5 di Indonesia versi Majalah Forbes 2006. Ia juga termasuk dalam 1000 orang terkaya dunia yang menempati urutan ke 418 tahun 2012 lalu.
Suatu prestasi yang mencengangkan bagi seorang Sukanto Tanoko mengingat latar belakangnya yang bukan berasal dari keluarga kaya. Sukanto adalah anak dari seorang penjual minyak dan onderdil mobil di daerah asalnya. Sukanto adalah anak pertama dari tujuh bersaudara. Mengingat posisinya sebagai sulung inilah menjadikan Sukanto sering disuruh membantu ayahnya selepas sekolah.
Ia juga anak yang paling sering mendapat pukulan rotan dari ibunya yang terkenal sangat keras dalam mendidik anak-anaknya. Mungkin salah satu penyebabnya adalah karena ia anak tertua dan harus bisa menjadi pemimpin bagi saudaranya yang lain sehingga jika ada kesalahan sedikit saja langsung rotan yang menghampiri. Alasan kedua adalah karena sifat keras kepala Sukanto yang kadang sulit diatur, mungkin sifat ini diwarisinya dari sang ibu. Namun justru sifat inilah yang menjadikan modal bagi Sukanto meraih sukses hingga sekarang ini.
Suatu ketika mungkin karena jenuh, iapun pergi ke laut dan tak pulang-pulang, sang ibu mencarinya kemana-mana. Ketika pulang, sang ibu bertanya “ Kemana saja pergi dari pagi hingga sore tak pulang-pulang?” Namun Sukanto sepertinya enggan meladeni ibunya dan menjawab sekenannya saja. Jadilah ia kena sasaran rotan ibunya. “Saya paling banyak makan rotan,” kenangnya.
Masa kecil Sukanto dihabiskan di tanah kelahirannya, Sumatra Utara. SD ia masuk di sekolah di Belawan, baru SMP ia bersekolah agak jauh dari rumahnya yaitu di Medan. Sukanto memiliki hobi membaca sejak kecil. Ia sering membawa –bawa buku kemana saja ia pergi. Di sela – sela membantu sang ayah, saat sedang santai ataupun menunggu sesuatu. Banyak buku dilahapnya terutama tentang revolusi Amerika dan perang dunia. Dari membaca, wawasannya tentang hidup dan dunia menjadi semakin luas. Kebiasaan membaca ini dibawanya hingga saat ini, ketika ia sudah sesukses sekarang.
Sejak kecil cita-cita Sukanto adalah menjadi Dokter. Hingga dewasa ia masih menyematkan panggilan dokter didepan namanya. Dokter Sukanto. Begitu ceritanya sewaktu kecil. Namun ketika usianya menginjak 18 tahun, sang ayahnya yang bernama Amin Tanoto yang sudah terkena stroke meninggal dunia sehingga Sukanto yang sebagai anak sulung harus mau menggantikan ayahnya meneruskan usaha berjualan minyak dan onderdil mobil.
Pupus sudah harapan Sukanto untuk menjadi dokter. Iapun rela menerima suratan takdir. Dari situlah Sukanto belajar apa itu hidup, belajar apa itu bisnis, termasuk belajar cara survive dalam hidup walau sesulit apapun keadaannya. Menurut Sukanto, “Jika saya jadi bersekolah kedokteran maka saya akan menjadi dokter, tetapi hidup tak selalu seprti apa yang direncanakan.”
Mulai Membangun Imperium Bisnis
Sukanto sadar bahwa jika ia ingin maju, maka dirinya harus mau berhijrah ke kota. Maka Sukanto pun bertekad pindah dari Belawan ke Medan yang lebih ramai penduduknya dan lebih menjanjikan untuk suksesnya sebuah bisnis.
Di Medan, ia juga berjualan onderdil mobil yang kemudian merubah usahanya menjadi General Contractor & Supplier. Suatu hari, Sukanto didatangi oleh seseorang yang bernama Syam yang memintanya untuk ikut bekerja sama untuk pekerjaan kontraktor. Sukanto yang kala itu masih berumur 20 tahunan ya mau-mau saja ditawari hal seperti itu. Pekerjaannya adalah membangun rumah, memasang AC, pipa, traktor, dan membuat lapangan golf di Prapat, Pangkalan Brandan, Sumatra Utara. “Itu adalah technical school saya,” jawabnya. Belakangan Sukanto tahu bahwa seseorang yang bernama Syam yang menemuinya tempo hari adalah seorang pejabat Pertamina. “Waktu itu saya tidak tahu kalau dia pejabat,” kenang Sukanto. Dalm mengerjakan proyek tersebut, Sukanto sampai harus rela berplesiran hingga ke Sumbawa dan Lampung guna mencari bahan bangunan.
Sukanto adalah tipe orang yang keras dan taktis. Ia sangat pandai membaca peluang. Suatu waktu impor kayu lapis menghilang dari pasaran. Tentu saja hal ini membuat pebisnis perumahan yang sangat membutuhkan kayu tersebut menjadi susah. Sukanto pun melihatnya sebagai peluang. Ia berfikir, mengapa Indonesia mengimpor kayu lapis padahal Indonesia kan penghasil kayu terbesar se dunia. Sukanto lalu membuat perusahaan kayu di Medan yang bernama CV Karya Pelita pada tahun 1972. Di saat orang belum melirik bisnis ini, Sukanto telah masuk kedalamnya dan itu membuat dirinya menjadi pioner dan tentu saja menjadi pemain utama di bisnis ini. “Saya itu pioner,” katanya. Kayu lapis yang diberi merk Polyplex itupun laku keras di pasaran bahkan di ekspor ke berbagai negara seperti Inggris dan Timur Tengah.
Dalam satu tahun, badan hukum bisnisnya yang semula bernama CV Karya Pelita berubah menjadi PT Raja Garuda Mas dengan dirinya sebagai direktur utama.
Dalam memenangkann kompetisi bisnis, Sukanto memiliki jurus cerdas yaitu masuk dan menguasai sebelum orang lain melirik. Kalau perlu melakukan edukasi pasar. Selain ia terapkann di bisnis kayu lapis, ia juga menerapkan prinsip ini di bisnis kelapa sawit. Ketika itu belum ada yang menjalankan bisis ini kecuali orang asing yang jumlahnya segelitir saja. Sukanto pun lalu masuk dan menguasainya. Sukanto membuka perkebunan kelapa sawit besar-besaran di Sumatra.
Sukses dengan kayu lapis dan kelapa sawit, Sukanto pun lalu masuk dalam bisnis pulp, kertas dan rayon. Ia lalu membuat PT Inti Indorayon Utama (IIU) yang menghasilkann ketiga barang itu. Sukanto juga menyediakan dan menjual bibit unggul pohon pembuat pulp untuk kebutuhan domestik. Tak ada gading yang tak retak. Begitulah pepatah yang pantas untuk mengungkapkan nasib Sukanto. Walaupun sebelumnya telah berpengalaman dalam membesarkan bisnis namun ada saja batu sandungan dalam hidupnya. PT IIU ditentang oleh masyarakat dan pemerhati lingkungan karena dianggap sebagai penyebab rusaknya ekosistem danau Toba. Danau terbesar di INdonesia tersebut mengalami pencemaran berat akibat limbah pulp. Iapun terpaksa menutup bisnisnya ini.
Dari situ Sukanto memetik pelajaran yang sangat berharga sekali untuk langkahnya kemudian. “Apa yang saya pelajari dari situ lalu saya pakai di Riau,” ujarnya. Di Riau Sukanto mendirikan pabrik pulp lagi yang bernama PT Riau Pulp. Ia juga membuka Hutan Tanaman Industri yang mampu menghasilkan pulp hingga menjadi perusahaan penghasil pulp terbesar se dunia. Itulah Sukanto, gagal di Danau Toba namun sukses besar di Riau.
Mengingat pengalaman legagalannya di Danau Toba dulu, Sukanto sewaktu mendirikan pabrib pilp di Riau tak lupa juga mendirikan Community development untuk penduduk setempat yaitu berupa pembinaan bisnis seperti penggemukan sapi dan pertanian. “Saya tidak kasih ikan, tapi saya ajari mancing, itu yang kita kerjakan,” tuturnya. Selain itu Sukanto juga melakukan pembangunan jalan di wilayah setempat. “Mimpi saya, kalau saya dapat seratus pengusaha Riau itu jadi miliader, saya senang,” katanya lagi.
Sukanto memang rajanya di bisnis perkebunan akan tetapi ia tak puas diri hanya di area tersebut. Ia pun kemudian menjajal bisnis perbankan yaitu dengan mengambil alih mayoritas saham United City Bank ketika bank tersebut mengalami kesulitan finansial. Sukanto kemudian merubah nama bank tersebut menjadi Unibank. Sukanto juga menjajal peruntungannya di bidang properti. Ia membangun Uni Plaza, Thamrin Plaza di Medan.
Go Internasional
Tak puas menguasai pasar dalam negeri, Sukanto melebarkan sayap bisnisnya ke luar negeri. Ia menanamkan uangnya di perkebunan kelapa sawit National Development Corporation Guthrie di Mindanao, Filipina dan electro Magnetic di Singapura juga ikut memiliki pabrik kertas di Cina. Namun pabrik kertas yang di Cina kemudian di jual untuk memperbesar PT Riau pulp.
Agar lebih luas lagi cakupan bisnisnya di luar negeri, maka mulai tahun 1997 Sukanto beserta keluarganya pindah untuk bermukim di Singapura dan menempatkan pusat bisnisnya di sana juga. Tujuan utamanya, menurut dia, “Bagaimana kita bisa memanfaatkan keunggulan kita, untuk bersaing, paling tidak di arena Asia.” Sukanto adalah pebisnis Indonesia yang berhasil menjadi investor di 10 negara di dunia.
Menulis Buku Membagi Ilmu
Selain bisnis, ia juga menulis buku-buku tentang bisnis. Segala ilmunya mengenai perbisnisan ia tuangkan dalam buku-bukunya. Seperti Bagaimana Enterpreneur Menghadapi Krisis. “Yang mau saya lakukan itu adalah penelitian bagaimana pengusaha di Eropa itu survive, pada First World War, Second World War. Bagaimana pengusaha Amerika itu melewati krisis 1930. Bagaimana pengusaha-pengusaha di Cina, waktu perubahan rezim, ketika komunis masuk, bagaimana mereka itu survive. Saya juga akan mempelajari bagaimana pengusaha-pengusaha melalui Latin America krisis, yang di Brasil,” tuturnya. “Apa krisis itu memunculkan bibit-bibit entreprenur yang baru,” katanya lagi.
Hobinya membaca juga tetap tak ditinggalkannya. Buku apapun itu baik bisnis atau non bisnis ia lahap. “Setiap saya pergi, saya bawa buku,” katanya. “Kalau naik travel, kalau tidak tidur, ya, baca,” katanya lagi. Bagi Sukanto dengan membaca ia bis amengupdate wawasannya yang sangat berguna bagi dia untuk menentukan strategi bisnis serta kegiatan sosialnya sehari-hari.
Sukanto yang menguasai bahasa Inggris dan Cina ini sangat senang belajar. Sukanto selalu meluangkan waktu untuk mengikuti berbagai kuliah kilat seperti mengikuti kursus di Insead, Paris, di MIT, di samping tetap jadi peserta Lembaga Pendidikan dan Pemibinaan Manajemen, Jakarta. Sukanto pun tak segan mengambil cuti dua atau tiga minggu hanya untuk pergi ke Harvard, Tokyo, London School of Economic, untuk meng-update pengetahuan. Terakhir, 2001 lalu, ia mengikuti Wharton Fellows Program, Amerika, selama enam bulan, untuk belajar dotcom.
Kunci Sukses
“Karir saya satu lagi: siswa profesional abadi,” katanya.
“Kalau di bisnis, kunci sukses saya: think, act, learn, baca, dengar, lihat,” katanya. “Kedua, kalau saya tidak tahu, saya tanya. Saya juga tidak merasa sungkan menceritakan kegagalan saya,” ujarnya lagi.
Selain itu, pegangannya: do the right thing, do the thing right. Do the right thing diartikan sebagai suatu pedoman pada pola manajemen. Do the thing right memiliki penekanan terhadap pentingnya suatu action. “Prinsip saya, bisnis dan politik tak boleh campur,” ujar pengagum pengusaha plastik dari Taiwan, Wai-Sze Wang, ini. “Tidak ada proteksi. Bisnis, ya, bisnis,” katanya.
Menurut Sukanto, bisnis adalah mengembangkan sumber daya dengan seoptimal mungkin dann bertanggung jawab untuk kehidupan yang lebih baik. Prinsip yang ia tekankan adalah “Continous Improvement.” Inovasi dan improvisasi yang terus menerus dengan mengembangkan produktivitas, dengan. Waktu yang lebih cepat, kualitas lebih tinggi dengan biaya yang lebih rendah.
Selain itu Sukanto juga sangat menekankan "Hand on/down to earh" dimana sikap adalah tindakan nyata kita. "Janganlah menghabiskan waktu sia-sia, lakukan dengan selalu mendengarkan serta terlibat di dalamnya", ujarnya pada Tionghoanews.con. Integrity, yaitu menjungjung tinggi nilai kejujuran dan accountability. Teamwork, bergerak maju sebagai sebuah tim yang saling melengkapi untuk ke arah kemajuan bersama sesuai dengan tujuan awal. Selanjutnya adalah memaknai people, planet, profit, yakni apapun usaha yang dilakukan, pertama adalah untuk memakmurkan masyarakat, untuk kelestarian dunia dan juga tidak terlepas pada laba yang akan diperoleh.
Bagi Sukanto Tanoto bisnis itu harus yang berkaitan dengan kehidupan, seperti pohon. Apa yang dibutuhkan pohon yakni berupa H2O dan CO2, sebgai output-nya O2. Artinya bisnis itu harus menghasilkan sesuatu yang berharga bagi manusia banyak.
Wahhhh...Menginspirasi Banget Ya! Yuk Dibaca Artikel Dibawah Ini! Bagus-Bagus Juga Lho...
0 komentar:
Posting Komentar